Deru roda-roda kereta berderap kencang kian meronta, sudah tak berbilang berapa orang yang naik maupun turun digerbong-gerbong kereta ini, bak sebuah siklus yang tak kan terhenti. Diluar tampak gumpalan-gumpalan awan menggelayut manja menunggu langit kian merona.
“Tempat ini kosong kan?”
“Oh, iya setahuku kosong”
Seorang wanita yang terlihat anggun menjejeriku, berbaju terusan dengan motif polkadot, rambut poninya sedikit berkibar saat diterpa angin sore yang menelisik masuk melalui jendela gerbong yang soak itu. Jelas saja soak, itu hanya kereta ekonomi, suatu sarana transportasi yang sangat tak berkelas. Tapi aku senang naik kereta ini, bukan perkara biaya yang membuatku hobi naik kereta ekonomi, dengan gajiku yang sekarang aku bisa saja naik pesawat agar lebih cepat, bahkan aku bisa saja memakai mobil mewah yang baru saja kubeli. Itu semua tidak aku lakukan karena aku seorang fotografer. Banyak hal yang bisa menginspirasiku disini, hal-hal penting yang tak pernah aku dapat ditempat lain. Aku lebih suka berbicara lewat gambar dan foto daripada berbicara dengan rangkaian kata.
“Tukang foto ya mas?” Gadis itu bertanya polos saat aku memfokuskan lensa kameraku kearah ibu-ibu penjual pecel , tersenyum kecut aku mendengarnya, tukang foto dia bilang? Aku fotografer ternama sekarang.
“Apa bagusnya mas motret mbok-mbok ?” Sepertinya wanita ini perlu penjelasan panjang lebar mengenai dunia fotografi.
Lama aku bercengkrama dengannya, membahas berbagai hal tidak hanya seputar duniaku tetapi juga dunianya yang tebilang rumit untuk laki-laki mapan macam diriku. ternyata dia adalah seorang mahasiswi semester akhir yang tak kunjung lulus, bukan karena dia malas atau terlampau bodoh yang membuatnya hampir DO, tetapi dia harus merelakan waktu kuliahnya untuk bekerja mencari uang tambahan siang dan malan untuk biaya sekolah keempat adiknya, mereka keluarga yatim piatu. Terlepas dari semua itu dia wanita anggun yang menyenangkan bagiku.
Derap laju kereta membuyarkan ingatanku akan memori masa lalu tentangmu, tentang seorang wanita berponi lucu yang berjuang keras melawan getir kehidupan, tentang pertemuan pertama kita, disini, dikereta ini, tepat dibangku ini. Setelah pertemuan pertama itu kita secara ajaib selalu bertemu lagi, lagi dan lagi disini, dikereta ini. Cukup 3X kita bertemu dan kau berhasil membuatku jatuh hati padamu. Dipertemuaan ke 5 kuberanikan diri mengajakmu ke Jakarta tapi kau bersikeras menolak dan malah kau yang akhirnya mengajakku turun bersamanya di Jatibarang, Menonton Pasar Malam di lapangan dekat stasiun. Aku menurutimu karena memang aku ingin selalu bersamamu, kau mengajakku naik ini itu di arena pasar malam, kubelikan kau dua buah gulungan besar arum manis dan lihat apa yang kudapat darimu, tak kusangka kau menghadiahkanku sebuah jam tangan.
“Ini hadiah untukmu” sempat samar-samar kulihat rona merah diwajahmu. Kau benar-benar mambuatku bungkam untuk beberapa saat. Kau menarik tangan kananku dan memasangkan jam itu disana.
“Kenapa wajahmu merah Fa?”
“Aku malu…” Kau remas jemariku sambil menunduk lebih dalam
“Harusnya aku yang malu, aku tak terpikir sama sekali untuk memberikanmu sesuatu yang istimewa” Perlahan kupeluk dirimu, merasakan hangat dalam dekapan, mengalirkan kenyamanan.
“Jam tangannya aku beli disana, aku beli cuma 50.000” kau berusaha menunjuk sesuatu tanpa lepas dari dekapanku. Aku tahu yang dia maksud adalah penjual jam yang memasang harga dibawah rata-rata, ya itu menurutku.
“Ini akan jadi benda yang paling berharga dalam hidupku Fa” kupeluk kau lebih dalam lagi
Jam tangan itu hilang beberapa minggu yang lalu. Itu benar-benar menjadi sesuatu yang sangat berharga bagiku, aku benar-benar lupa dimana terakhir kali meletakkan jam tangan itu. Tepat 5 hari setelah aku kehilangan hadiah spesial darimu aku mendapatkan sebuah kertas undangan terlipat cantik dan diikat dengan pita merah menyala. Itu undangan pernikahanmu, ya, tentu saja, aku langsung tahu itu undangan pernikahanmu. Lihatlah, fotomu jelas-jelas terpampang didalam selipat kertas itu, kau terlihat anggun dengan gaun putih panjang yang kau kenakan dan laki-laki disampingmu….., sungguh terlihat gagah bersanding denganmu. Sudah 2 bulan terakhir kau menghilang dariku, tak pernah lagi kutemui dirimu di kereta soak tempat biasa kita bertemu, kutemui kau di tempat kerjamu, ya, waktu itu kita hanya saling bertukar alamat tempat kita bekerja, itulah alasan kenapa selipat kertas undangan pernikahanmu tergeletak di atas meja kerjaku. Kutemui kawan-kawanmu disana, mereka bilang kau sudah pindah kerja beberapa bulan lalu dan tidak ada satupun yang tahu dimana keberadaanmu. Sekarang kau mengakhiri semuanya hanya dengan selipat kertas manis dengan ikat pita merah itu. Aku juga akan mengakhiri semuanya dengan caraku sendiri.
Telah kusiapkan kamera terbaikku, kubidikkan lensanya kearah lokomotif yang kian ganas menjejak batangan rel yang mengular panjang, aku telah berdiri dijalur yang sama.
____L. Minos____
hikzzzzhikzzzz.......!!!
BalasHapushikzzz
zadizz.....
zadizzzzzzz