Senin, 21 Maret 2011

"GIE" Dewi Sagitta


                Terasa dingin dipunggungku setelah aku merebahkan diri di atas tumpukan genteng rumah tua ini. Bulir-bulir air sisa hujan tadi sore ternyata belum mengering seutuhnya dan dengan cepat merembes memenuhi seetiap pori baju dan celana bagian belakangku. Aku tak peduli akan seberapa dingin malam ini. Asal konstelasi itu muncul di atas sana, aku yakin kaupun akan muncul sebentar lagi setelah aku selesai mengirim nada-nada ini. Aku gubah aliran udara dari mulutku menjadi melodi yang indah melalui sebuah harmonica diatonic nada C berlabel Horner.

“ Ini dari Aluna, Kanker telah merenggutnya dariku ” Bahkan telah kuceritakan padamu tentang Aluna saat pertama kali kita bertemu, semelam setelah kematian Aluna.
Kau seperti menggantikan sosok Aluna Aluna bagiku, kau datang setelah aku mengalunkan lagu kerinduan, irama yang aku rangkai berdua bersama dengan Aluna dimalam-malam yang berkedip. Aluna yang mengajariku tentang berbagai konstelasi dan berbagai kisah yang mengiringinya. Dari berbagai konstelasi yang kerkedip menghias angkasa, sagitta adalah yang paling Aluna sukai, dan dari sana lah kau pertama kali muncul GIE…. Kau muncul dengan selubung sinar yang menentramkan, bermata indah serupa kerlip sagitta, itulah alasanku memanggilmu ‘GIE’.
Mungkin malam ini juga kau tak akan datang, sudah berbulan-bulan kau tak tampak setelah aku mampu melanjutkan kembali hidupku meski tanpa Aluna. Kerlip sagitta tak seterang biasanya tapi mendadak berpendar menyilaukan. Seorang wanita anggun jelita dengan lekuk tubuh yang sempurna dibelit lembaran kain yang panjangnya tak terkira. Tubuhnya melayang di depanku menguarkan sinar yang menentramkan, seketika ada perasaan nyaman diseluruh tubuhku. Kau menatapku dengan mata itu GIE….,akhirnya kau datang malam ini.
“Aku tidak akan lama Ray”
“kenapa kau datang dan pergi sesukamu Gie?”
“Karena memang itu takdirku Ray”
“Takdir?”
“Ada banyak hal yang tidak kamu mengerti” kau benar-benar seorang dewi, kain yang melilit menutup tubuhmu berkibar hebat disapu dinginnya angin malam, terlihat seperti selendang bidadari.
“Kau membantuku keluar dari keputusasaanku karena hidup tanpa Aluna, kau membantuku meninggalkan masa lalu___”
“Ray….., kamu salah. Masa lalu, masa kini, dan masa depan selalu jalin jemalin membentuk jejaring kehidupan yang tak akan pernah kita pahami dan tidak akan pernah terputus oleh apapun”
“Aku masih belum mengerti”
“tidak ada satupun yang harus kamu mengerti Ray”
***

2 bulan setelah malam itu aku memutuskan untuk berziarah ke makam Aluna. Lama aku tertunduk memandang pusara Aluna sampai ada yang menyentuh lembut bahuku.
“Kamu pasti orang yang spesial bagi Aluna” Seorang wanita anggun jelita dengan lekuk tubuh yang sempurna, bermata indah serupa kerlip sagitta.
‘Gie?’ tapi  kenapa seperti seorang gadis biasa? Bukan seperti seorang dewi yang selama ini menemaniku dikala malam.
“Aku Sagitta” ya dan aku semakin tak mengerti , tubuhku tak bergerak tapi kupaksakan mulutku untuk bicara.
“Aku Ray”
“Aluna sangat berarti bagiku Ray”
“Ya, begitu juga untukku, dia kekasihku”
Gadis itu kini jongkok  didepanku  dan seakan mendongak keatas
“Pelanginya indah ya Ray” Aku tertegun melihat kearah yang dia maksud, untaian warna-warna indah melengkung melintasi langit pemakaman.
“Asal kamu tahu Ray, dulu aku tidak bisa melihat hal-hal indah semacam itu karena aku buta sejak lahir, sampai suatu ketika ayahku mendapat kabar bahwa ada seseorang yang rela mendonorkan matanya untukku. Dengan senang hati aku menjalani operasi cangkok mata dan akhirnya aku bisa melihat indahya dunia, aku senang sekali bisa melihat rupa orang-orang yang selama ini menyayangiku, tapi aku juga merasa sedih”
“Maksudmu?” Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri apa hubungannya gadis ini dengan Aluna.
“Aku baru tahu sebulan yang lalu siapa orang yang telah mendonorkan penglihatannya untukku. Dia Aluna, murid terbaik ayahku” Aku benar-benar kaget karena tak pernah tahu soal ini.
“Kamu juga baru tahu kan Ray? Karena kamu tidak pernah menemani Aluna disaat-saat terakhirnya ”
“KAU TAK TAHU APA-APA!!!!!”  Aku memang tak pernah datang lagi menemani Aluna saat Aluna sudah benar-benar dalam kondisi  kritis karena aku benar-benar tak sanggup melihat Aluna yang terbaring dengan wajah tak berdaya
“Aku tahu semuanya Ray, termasuk kebiasaanmu menatap bintang gemintang, memainkan harmonica bahkan tentang …… Lagu Kerinduan” Aku benar-benar tersentak, Cuma aku dan Aluna yang tahu tentang Lagu kerinduan
“Siapa kau sebenarnya??!!! Darimana kau tahu tentangku?”
“Entahlah Ray, aku juga tidak tahu. Seminggu sejak aku bisa melihat, aku seperti melihat hal-hal lain, ada suatu kenangan yang tiba-tiba hadir dalam fikiranku. Semua kenangan itu tentangmu Ray, mungkin itu semua kenangan Aluna dan baru sebulan yang lalu aku tahu dari Ayah kalau Aluna ternyata sudah meninggal. Sejak saat itu setiap hari aku kesini berziarah kemakam Aluna dan berharap bisa bertemu denganmu ”
“Untuk apa kau ingin bertemu denganku? Untuk menghadirkan kembali kenangan-kenanganku bersama Aluna? Itu sungguh menyakitkan, aku kemari justru ingin mendoakan Aluna di alam sana dan semoga aku bisa melepasnya”
“Mungkin itu alasan Aluna memberiku kenangan-kenangan tentangmu ”
“Aku tak mengerti sama sekali”
“Kamu bukan ingin melepas Aluna tapi kamu ingin melupakan Aluna, Ray”
“Kau salah, Aluna hanya masa_”
“Aluna memang masa lalumu Ray tapi masa lalu, masa kini, dan masa depan selalu jalin jemalin membentuk jejaring kehidupan yang tak akan pernah kita pahami dan tidak akan pernah terputus oleh apapun” sepertinya aku pernah mendengar kata-kata itu…… dan mendadak semuanya menjadi jelas saat aku lihat sebuah kalung  tersembul manis dari balik baju, kalung dengan bandul yang sebelumnya tersimpan rapi dibalik kerah kini menampakkan diri bergelantungan dileher gadis itu. Bandul itu berupa 3 huruf yang terangkai indah dengan bulir-bulir permata….. kata itu adalah ‘GIE’….. Ntah ini kebetulan atau memang sebuah jejaring.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar